Minggu, 02 November 2014

Selayang Padang Yang Terkenan

Pisces dan Scorpion
"WOI JPNN Toh ! hebat sekali ya ?, Ini Siapa ? Handi !, Handi Mana ? Cie elah anak Radar ini, Oh kang handi maaf ya maaf". Tersadar ketika itu adalah awal dimana tulisan ini menjadi kewajiban yang mesti dikerjakan hingga tercipta kata-kata yang mungkin menjadi selayang pandang untuk dikenang (harapan sih). Tak perlu tau alasan pasti yang jelas ini tulisan di buat  dengan waktu yang cukup singkat, namun tanpa mengurangi waktu (49 hari 15 jam 14 menit 34 detik yang sudah dijalani pengarang cerita ini bersama pembaca tunggal).
  Awalnya aku tak tahu memulai dari mana, ditanganku luka, dibatinku duka, mecari-cari apa yang kucari, menunggu apa yang ditunggu yang pasti aku merasa dikejar waktu. Dari mana datang, sementara aku tak mendengar langkahmu, namun dengan perlahan bangunkan langkahku.
  Dengan rasa yang cukup asem, manis dan asin memang secara singkat dirasakan. Entah apa yang ada dipikiran saat ini, namun lagi-lagi kata-kata (dari A sampai Z) ini menjadi teman dan mungkin kabel penghubung untuk mengaliri aliran yang terputus oleh hambatan yang temaram namun terpatri didalam sanubari yang terkonminasi oleh sensasi dan ilusi hati.
  Jangan menanyakan hurup ini tersusun menjadi kata, jangan tanyakan kata ini menjadi kalimat, dan jangan pula tanyakan kalimat ini bermakna, soalnya tulisan ini mengalir diatara syaraf yang patsun terhadap otak dibantu darah, dan organ tubuh yang bekerja sama hinga menjadi suatu bahasa yang mungkin diharapkan untuk dikenang (maksa sedikit).
  Diatas bumi ini bermacam-macam warna, bermacam-macam cara dan bermacam pula isi yang ada. Tapi semua itu menjadi satu tujuan ketika bertemu di satu titik dimana perbedaan yang sulit disatukan perlahan tersungkur dilobang yang semestinya terjadi tanpa campur tangan Doryodana (tokoh Wayang, kalau penasaran buka Google aja),
  Pemberontakan kucing hitam (Lirik Lagu Iwan fals dengan judul "Coretan Dingding") adalah suatu kegelisahan hati manusia untuk muncul ke permukaan semata untuk melawan hati yang ragu dengan hati yang mulai masuk kedalam dunia basi. Pasrah, namun bergerak dengan perlahan tanpa gusar itu adalah hal yang signifikan dilakukan untuk memaksa belajar tiap detik kepada udara yang tak lebih dan kurang, namun cukup untuk bernafas.
  Temanku adalah kuda coklatku, kuda coklatku temani diperjalan (Masih lirik Iwan Fals dengan Judul "kuda Coklatku"), yang seakan mulai lusuh. Semangat datang ketika ada secerca harapan yang mungkin bias adanya memaksa untuk melamun hinga diatas awan hinga tak lupa lagi daratan. Sia-sia yang dilakukan, entahlah. Tapi dimalam panjang (tulisan ini dibuat pada malam minggu) membuat benar adanya hingga lupa damai untuk pergi taman kapuk sirna (terlelap sejenak untuk bangun) karena kewajiban yang memang jadi syarat.
  Gerak-gerik nampaknya tak mesti dilihat mata, kenyakinan tak harus ditanyakan gamblang dan kejujuran tak meski diperdebatkan panjang, namun dilakukan. Tak peduli berusaha lagi, samar-samar ku tatap mata yang terpancar tajam mencoba menusuk hati yang bosan dengan kepalsuan.
 Cerita keindahan dunia bisa hancur seketika, jalan yang panjang bisa hilang seketika saat imaji datang menyerang tanpa ampun, tak mengurangi makna yang ada saat semua itu berjalan mengalir seperti rintikan hujan yang dinantikan kaum Bedewi (Suku arab, kalau penasaran juga buka lagi google), meski kuat tanpa tandingan, namun membutuhkan asupan air yang membantu kekuatan itu abadi terpajang di raga.
  Tatapan yang kosong, adalah balada manusia yang sedang mencari makna sebenarnya. Meski harapan itu terkadang tak seperti yang sesuai, namun dikelopak mata yang tajam tersimpan kekuatan yang bisa menghacurkan ketidakpastian. Tak mudah pastinya untuk mengatur bintang yang berputar di langit hingga menimbulkan rasi bintang yang bermakna. Namun, kenyakinan ini memaksa untuk belajar dan terus belajar akan makna rasi bintang yang indah.
  Orang pinggiran memang jadi berharga ketika dijadikan sumber pembeda bagi kaum dermawan dan kaum arogan. Tak ada kata yang bisa dipercaya, tak ada lingkaran yang terputus dan tak ada tangisan tanpa tertawa. Saat menatap langit, rasa itu ada namun tersamar dengan keraguan yang seharusnya dinyakinkan oleh kebersamaan.
  Bagaima cara membuatmu bahagia, nyaris ku meyerah jalani semua, telah berbagai kata ku ungkap percuma (lirik lagu Geisha dengan judul "cinta dan Benci" hasil kiriman pembaca tunggal), membuat sempat terbesit untuk maknai semua, namun gagal ketika semua terbawa alur cerita yang berliku. Saat ini, jelas terlamun bahwa kemungkinan untuk bahagia itu sirna, ketika hal yang tak bisa dilakukan dengan berbagai alasan itu tak terlaksana.
  Orang dalam kaca jangan diam saja, jawab aku walau sekata saat ini aku resah, bisikan yang kamu tahu hidup didalam shorga (Lirik lagu god bless dengan judul "orang dalam kaca"), bagi udara yang saat ini dingin sangat bermakna dirasakan bahwa adakalanya diam itu indah disaat waktunya. Namun itu sirna ketika Gayatri Wailissa (gadis Ambon yang kuasai 16 Bahasa Asing dan Daerah Indonesia) hadir dalam waktu tak kurang 50 hari saat tulisan ini dibaca oleh pembaca tunggal.
  Meski itu hanyalan bahasa ambigu tak beraturan, semoga tulisan ini bisa menjadi harapan tanpa henti ciptakan damai sepanjang perangkai kata rasakan udara. Bagai Adam Melihat kemulusan sang Shorga, Kekasihku aku Terserang Birahi (lirik Lagu Toni Q rastafara feat Athotlobot dengan judul "Surat Untuk Anak Kandung" kalau didengerin bisa buat nyaman dech), lantunan kata tak bermakna tanpa pembaca dan pendengar begitupula dengan jiwa yang terserang kesunyian.
  Burung-burung merpati menebarkan melati (masih lirik Iwan Fals dengan judul "Untuk Bram" dari album Cikal cocok banget bagi para jurnalistik lagunya), apakah ketika semua ini terjadi saat dimana kita (penulis dan pembaca tunggal) alami masih tetap seperti seharusnya, ataukah berlalu begitu saja tanpa ada ahir dan awal.
  Sadar memang kata ini tak mudah dicerna, tapi kenyakinan ini mengarah bisa. Tuhan adakah kau murung ketika melihat wajah berkabung disela hati yang menginginkan tamatkan dengan kemanjaan. Bijaksana dan ketegasan itu jelas adanya, meski berat beban maknai kemarahan atau ketegasan tapi ketulusan lusuhkan rintihan luka.
  Meski ini hanya cerita rintihan, tak membuat makna sebenarnya sirna. Karena sadar pembaca tunggal akan bisa mencerna dengan lugas tanpa pragmatis. Jauh kau pergi tinggalkan diriku, sepi hati ini membunuhku, ku coba untuk cari penggantimu, namun tak ada yang sepertimu (lirik lagu Dadali dengan judul "Disaat Sendiri" Masih dari pemberian pembaca tunggal juga sich), ada apakah ketika semua anggap tak mungkin terjadi bisa mungkin.
  Menimbang masa depan dengan gamah, membuat hati ini tak tenang hinga ketakutan itu mampir dalam sanubari. Berlindung kepada tuhan, berilah kemudahan dan jauhkan dari masa yang kelam. Hanya pada tuhan penulis memohon yang memiliki maha segala maha dan sumber dari segala sumber. Ya tuhan kabulkan doa kami, bila ini jalannya.
  Tujuan bukan utama, yang utama adalah prosesnya. Sadar betul yang didapat penulis bahwa cerita ini akan menjadi makna ketika satu persatu dimaknai dengan gamblang. Ada benar nasehat orang suci, memberi itu terangkan hati, seperti matahari yang menyinari bumi. Harta dunia jadi penggoda membuat miskin jiwa yang kosong, kisah yang dilewati tak penting disoroti karena itu tak membuat kembali, diam seperti badut lalu diam dan ahirnya pergi tanpa mimpi.
  Surya mulai bersinar waktu berjalan dengan cepatnya, sementara mimpi baru akan dimulai ketika semua sehati untuk berjanji tak saling memaki saat rasa dengki merasuki. Tak perlu tahu bagaimana cara binatang cari makanan dengan halalkan segala cara, jelas itu alam yang mengatur dan itu sah terjadi, beda cerita ketika manusia seperti binatang akan bisa kejam dari rajanya binatang. Itulah yang dipelajari akan nilai dan harga kehidupan yang bermacam-macam.
  Mungkin kewajiban ini sudah dijalani, semoga ini menjadi makna yang terus digali untuk diteliti satu demi satu kalimat. Meski hanya tulisan diatas awan, tapi ini awal ataupun ahir dari semua yang terbelenggu. Suara alam ini hangatkan jiwa ini, Sementara sinar surya pelahan tenggelam, hatiku damai jiwaku tentram (lirik terahir masih dari lagu Iwan Fals dengan judul "Kemesraan"), ada dan tiada seyuman saat pembaca tunggal baca tulisan ini dan ataupun kemarahan yang dirasa tak menjadi apa-apa, karena tulisan ini tercipta dari bantuan semua dukungan dari sepuluh jari dan otak yang sudah mulai lemas (Pukul 03,00 WIB 2 November 2014).
  Tak terdengar tangis ataupun tawa, tetapi waktu terus bergulir semua meski terjadi, daun daun berguguran tunas-tunas muda bersemi. Dengan bacaan hamdalah (Alhamdulilah) tulisan ini selesai tanpa sadar.









Handi Salam